Syawal

Ada banyak hal yang sebenarnya patut disyukuri--alih-alih menyalahkan kehidupan yang terkadang tidak sesuai dengan keinginan dan harapan. Ketika aku mencoba untuk menemukan kembali diriku yang hilang--pada malam pertama syawal-- aku tertampar.

Aku telah menyimpang jauh dari jalan tuntunan.

Jiwa muda memang membara. Rasa ingin tahu dan banyak mencoba--menemukan jati diri sesungguhnya.

Maka, ketika aku melihat gemerlap cahaya kota, "Hidup ini menyenangkan. Kamu bisa melakukan banyak hal untuk menghasilkan uang. Bukankah uang dapat membuatmu memiliki segala kemewahan?"--pikirku. Materialis sekali.

---maka kemudian aku tersadar dan teringat, salah satu hal yang disyukuri ibuku adalah bahwa ia tidak dapat mengendarai sepeda motor;--katanya, itu lebih baik baginya, sebab mungkin jika ia bisa, ia akan menjadi pengelana yang lalai dan lupa keluarga.

Kemudian, pada fase aku di puncak ambisius, terinspirasi dari cerita kehebatan orang-orang yang berhasil mendapat kerja di perusahaan besar, aku bergairah. Mencoba mendaftar segala kesempatan, dengan semboyan -- lebih baik gagal daripada hilang kesempatan. Dan motivasi tinggi untuk menambah saldo tabungan.

Kemudian, aku juga berada pada fase bahwa "hidup ini harus bahagia, menikmati masa muda, menikmati hari-hari bahagia"--dan aku mengabaikan semua yang ada di sekelilingku. 

Aku telah menyimpang terlalu jauh.

Malam itu, hening. Tiba-tiba, aku teringat semua perjuangan dan hal yang telah aku lakukan. Aku berhasil mendapat pekerjaan paruh waktu untuk menambah saldo tabungan, juga berhasil mendapat tempat untuk meningkatkan skill dan kemampuan. Aku pun cukup merasa puas dengan akademis perkuliahan.

"Lalu apa?"--pikirku terhenyak.
"Kenapa hatiku masih tidak puas dan tidak tenang?"--hatiku berbisik.

"Apa ujung dari semua perjuangan ini?"

---aku akan kembali pada perut bumi.
---dan aku akan sendiri di dalamnya. sendiri.

Aku menangis. Hati meringis.
Aku telah menyimpang terlalu jauh.

"Kamu tidak salah mencoba melakukan banyak hal. Tapi, apakah yang kamu telah lakukan akan dapat membantumu di hari kemudian?. Hidup memang harus realistis. Yah, pendidikan, karir, dan keluarga menjadi terget banyak orang. Tetapi, bukankah akan lebih menguntungkan jika semua target itu dapat menjadi amal? sekali mendayung, dua tiga pulau terlampau, kamu mengetahui pepatah itu, bukan?"--hati kecilku berbisik.

--Bukankah dunia ini hanya jembatan? Kamu hanya akan pergi pada tempat abadi. Apakah persiapanmu cukup?--ah, tidak, apakah kamu sudah menyiapkan dirimu?

Pipiku basah.

Hidup ini sebentar. Aku sangat menyadarinya dengan ketidaksadaran bahwa umurku semakin tua, adikku tidak lagi kecil, jadwal skripsi yang mendekat--pun dengan ketidaksadaranku bahwa syawal sudah tiba.

Sudahkah kita bersiap, untuk diri kita di kehidupan abadi? 

Komentar